oleh #reviewchu – Sabtu, 07 November 2020
Sebuah
novel korea pertama yang gercep kubaca setelah ngeliat Namjoon dan Yoongi baca
buku yang sama di acara variety show mereka “BTS In The Soop”
yang tayang bulan Agustus lalu. Alhamdulillah nggak kehabisan (karena ARMY
pastinya gercep banget borong semua stok wkw), harganya ramah di kantong juga, and
it’s all worth it! <3
Novel
karya Sohn Wong-pyung ini bercerita tentang seorang anak laki-laki bernama
Yunjae yang terlahir dengan kondisi otak yang disebut Alexithymia; membuatnya
sulit untuk merasakan atau membaca emosi seperti ketakutan atau amarah.
Yunjae
tinggal bersama ibu dan neneknya yang samasekali tak terganggu dengan
kondisinya itu. Kemudian pada Malam Natal yang bertepatan dengan ulang tahun
ke-16 Yunjae, segalanya berubah. Sebuah tindakan kekerasan yang mengejutkan
menghancurkan dunianya, meninggalkannya sendirian. Ia berjuang untuk mengatasi
kehilangannya, sampai seorang remaja bermasalah, Gon tiba di sekolahnya dan
mulai menggertak Yunjae.
Ceritanya
sangat menarik karena kita diajak mengikuti perjalanan tumbuh kembang si
karakter utama dan cara berpikirnya yang nggak biasa. Yunjae benar-benar ingin
tau lebih banyak hal dan berusaha mengerti segala emosi yang ada di dekatnya.
Baca buku ini bisa ngebuka pikiran kita untuk melihat dunia dari berbagai sudut
pandang.
“Biasanya
orang-orang tidak peduli dengan kemalangan orang lain dengan alasan terlalu
jauh, namun mereka juga tidak melakukan hal apa pun atas kemalangan yang
terjadi di hadapan mereka dengan alasan rasa takut yang begitu besar.
Kebanyakan orang tidak melakukan apa pun ketika merasakannya dan dengan mudah
melupakan rasa simpatinya.”
Bahasa
Indonesia untuk terjemahannya sendiri enak dibaca, nggak baku kayak kebanyakan
novel terjemah, dan gampang banget dimengerti. Bab-babnya pun cukup singkat,
nggak sampai 300 halaman kok! Aku sejak baca halaman pertamanya aja udah
langsung tenggelam ke dalam cerita dan semakin pengin cepat-cepat balik ke halaman
selanjutnya sampai eh tiba-tiba udah tamat aja. Shoutout to mbak Suci
Anggunisa dan tim penerjemah, appreciate!
Eh
iya, kenapa judulnya “Almond” ya? Apa hubungannya sama cerita penderita Alexithymia?
Aku sempat mikir gitu, dan kalau kamu baca novel ini pasti akan
manggut-manggutin kepala ngerti, hihi nggak mau spoiler dong.
Pokoknya,
novel ini unik banget dan sangat kurekomendasikan, karena seperti yang kubilang
di awal tadi: it’s all worth it. Dari buku Almond ini kita bisa dapat
pandangan baru mengenai orang maupun hal lainnya, banyak selipan nilai berharga
dalam kehidupan serta moral juga yang bisa diambil. Beberapa di antaranya
adalah don’t judge a book by it’s cover; jangan melihat dan menilai
orang cuma dari satu sisi aja, kita juga nggak boleh ngerasa sotoy alias
sok tau tentang seseorang atau hal apapun, dan selalu berhati-hati dengan
ucapan kita ke orang lain.
Rate-nya
berapa nih? Aku pribadi ngasih 8,5/10 karena novel ini benar-benar menempati
satu bagian spesial di dalam hatiku, eaa. Sudah 3 kali re-read lho,
hihi, emang se-recommended itu untuk dibaca! Nggak akan nyesel, yakin
deh!
Posting Komentar
0Komentar