Judul buku : Tan Malaka Putra Bangsa yang Terlupakan
Penulis :
Novi Fuji
Penerbit :
Sociality
Tahun Terbit : 2017
Kota Terbit : Yogyakarta
ISBN : 978-602-6673-31-4
Sutan
Ibrahim Gelar Datuk Tan Malaka, atau lebih kita kenal dengan nama Tan Malaka.
Seorang pahlawan nasional kelahiran Desa Nagari Pandan Gadang, Kecamatan
Suliki, Kabupaten Limo Puluh Koto, Payakumbuh, Sumatera Barat tahun 1896. Sejak
kecil Tan Malaka sudah di didik dengan ajaran Islam dengan secara ketat karena itu
juga merupakan tradisi masyarakat dari
Minangkabau yang religious. Pada tahun 1913, Tan Malaka berhasil menyelesaikan
sekolah keguruannya di Kweekschool Bukit Tinggi. Setelah menyelesaikan
pendidikan di sekolah tersebut, Tan Malaka melanjutkan pendidikannya di
Belanda. Selama di Belanda, pengetahuan tentang Revolusi mulai berkembang, dan
semakin dalam setelah membaca buku de Fransche Revolutie yang membuka pikiran
kritisnya. Pada bulan November 1919, Tan Malaka berhasil menyelesaikan sekolah
keguruannya di Belanda. Selama 6 tahun berada di Belanda, Tan Malaka merasakan
perubahan pada dirinya, kemudian ia tulis dalam buku autobiografi “Dari Penjara
ke Penjara”. Karena memiliki pemikiran yang revolusioner, Tan Malaka mengalami
pengasingan, hidup berpindah-pindah dalam pelarian.Banyak negara-negara selain
Belanda yang pernah ia singgahi dan tinggali, diantaranya Rusia,Filipina, Cina,
Singapura.
Revolusi
menurut Tan Malaka yang dimana revolusi tidak lahir dari sebuah gagasan
manusia, revolusi lahir atas perubahan sosial ketika terjadi pertentangan kelas
yang tajam yang disebakan oleh faktor ekonomi, sosial, politik, dan psikologis.
Konsep revolusi Tan Malaka terinpirasi dari Karl Marx dan hanya berbeda
pandangan dalam apa yang dihasilkannya. Konsep pendidikan menurut Tan Malaka
adalah usaha sadar dan terenacana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan,
dll. Tan Malaka juga menjadi guru untuk mendidik para siswanya.
Menjelang
kemerdekaan Tan Malaka menyembunyikan dirinya dari publik dan tetap memilih
bersembunyi dengan identitas Ilyas Hussein, karena harus waspada karena
tercatat sebagai orang buangan dan pelarian. Dengan nama samarannya, Tan Malaka
masuk dunia politik saat sebelum kemerdekaan. Menjelang kemerdekaan, Tan Malaka
yang sedang menyamar sebagai Hussein tidak tahu soal rencana tentang menculik
soekarno ke rengasdengklok. Saat proklamaasi kemerdekaan dibacakan pada 17
Agustus 1945, Tan Malaka pun tidak mengetahuinya, hal itu menyebabkan
kekecewaan baginya. Pasca kemerdekaan, Tan Malaka pernah bertemu dengan Soekarno
secara privasi untuk membahas gagasannya tentang republik tetapi soekarno masih
baru dengan hal tersebut. Tan Malaka pernah ditawari kursi jabatan tetapi
beliau menolak karena ingin menyongkong dari belakang dan mengerahkan rakyat
dari belakang untuk mendukung negara. Karya- karya Tan Malaka yaitu berjudul
Merdeka 100 persen, Naar De Rebupliek Indonesia, dan Madilog
Posting Komentar
0Komentar