Matahari bersinar
cerah hari itu...
Burung merpati
beterbangan kesana kemari ,sayapnya berkepak menambah melodi ditengah angin
yang berhembus tenang. Sepasang kaki mungil melangkah tanpa memakai alas,
tampak basah terkena embun rumput dihalaman rumah berlantai dua itu,
melompat-lompat mengikuti gerakan tubuh seorang anak berusia 9 tahun yang
tengah terbata mengingat latihan tarinya minggu lalu.
“HUFFFFTT...
harusnya aku tetap latihan , sekarang aku lupa semuanya!” Kata Lusi kesal
menendang pot di depannya.
“ Ahaa... aku akan
melaporkannya pada Ibu Jane!” seru seseorang yang tiba-tiba datang, dia tampak
seumuran dengan Lusi dan memandangnya penuh kebencian, sebaliknya Lusi menatap
anak didepannya itu dengan sinis.
“Jadi sejak
tadi kau mengawasiku, untuk apa?
Kekurangan ide atau kau memang tak cukup kuat dan takut aku akan lebih baik
darimu?, cihh .. kau benar-benar menyedihkan Hannah.” Ejek Lusi
“ Aku?, kalah
darimu?, nggak ada yang akan ngakuin omong kosongmu itu.” Balas Hannah
“Kita lihat saja
nanti, apa kau bisa menang dengan semua usahamu?, mencuri gaunku malam-malam,
Kau pikir aku tidak tau?, Kau pikir aku sebodoh itu?”
Hannah baru saja
akan membuka mulutnya , tapi panggilan dari dalam rumah menghentikan
pertengkaran mereka, “Hannah, Lusi... apa yang kalian lakukan di situ , cepat
masuk dan habiskan sarapan kalian!” teriak Ibu Jane yang wajahnya terlihat
marah sekaligus kelelahan , matanya menatap dua gadis munggil itu berjalan
kearahnya , sekilas mereka berdua seperti saudara kembar, rambut panjang mereka
terkepang ,sama-sama memiliki poni, dan gaun biru selutut sangat seirama untuk mereka ,” apa kalian
tidak bisa akur untuk sekali saja?” kata Ibu Jane dalam hati ketika baik Lusi
ataupun Hannah sudah duduk bersama anak-anak panti lainnya.
Lima belas menit berlalu, ketika semua anak
bergegas mengambil tas di lantai atas kecuali Lusi masih terdiam dikursinya menatap kosong
mangkuknya seolah ada sesuatu yang salah ,”Kau masih tampak pucat , sebaiknya
hangatkan dirimu dikamar.” Saran Ibu Jane , “Aku akan mengantarnya” usul Sandy
, Sandy adalah anak tertua di Panti umurnya sekarang sudah menginjak 19 tahun.
“Kakimu sakit?”
Tanya Sandy pada Lusi ketika mereka menaiki anak tangga, Lusi tak menjawab
pertanyaan itu ,matanya kini menatap tajam pada orang yang berada di ujung
tangga ,Hannah dengan tas sekolahnya ,sempat terkejut tapi kemudian bergegas
mengikuti rombongan anak lain yang akan segera berangkat pagi itu.
“Aku tau dia yang
mengambilnya.” Kata Lusi
“Jadi itu yang
kalian pertengkarkan akhir-akhir ini?” Tanya Sandy, Lusi mengangguk namun
tatapannya masih belum lepas dari Hannah yang mencengkeram erat tas
punggungnya.
Sepanjang
perjalanan itu Ia hanya bisa menatap keluar dari jendela bus, di dalam tasnya
terlipat gaun ,gaun yang amat cantik dan mau tak mau Hannah memiliki banyak
pertanyaan ,darimana Lusi mendapatkannya?, apa Ibu Jane yang membelikannya?,
tapi kenapa aku tidak? , tapi hari ini aku bisa menggunakannya tanpa ada Lusi.
Benar saja, saat
ekstra tari dimulai siang itu ,sama halnya dengan teman-temannya yang berganti
pakaian Hannah bersemangat membawa gaun itu menuju kamar ganti dan bergegas
mengganti setelan seragamnya ,”ini luar biasa, gaun ini sederhana tapi sangat
cocok untukku” Kata Hannah pada pantulan dirinya dalam cermin.
“Gaun yang cantik
Hannah”
“woow, dimana kau
membelinya?”
Semua orang dalam
ruang ganti itu tak henti bertanya tapi Hannah hanya tersenyum karena saat itu
juga kepalanya terasa berat dan menyakitkan hingga Ia terjatuh tak sadarkan
diri.
Hutan itu lebat,
gelap,dan menyeramkan, hanya ada suara daun kering yang berkeresak sedang
kepalanya masih berdenyut menyakitkan, tubuhnya terbaring diatas tanah dingin
bahkan langit pun tertutup pohon-pohon yang tumbuh menjulang hingga ia tak
mampu melihatnya. Hannah berharap ini semua hanya mimpi maka ia memejamkan
matanya lagi berpikir bahwa mungkin saat ia bangun dan akan menemukan dirinya
berada di kamarnya sendiri ,namun setelah beberapa menit memejamkan mata
suasana disekitar tak berubah menjadi hangat seperti yang Hannah bayangkan dan
untuk kedua kalinya ia menyadari bahwa dirinya terbaring lemah di tengah hutan
yang bahkan ia tak paham menggapa dan apa yang membawanya ke tempat semacam
ini.
“Tolong” kata
Hannah
Tapi semua tetap
sunyi sampai akhirnya Hannah mendengar suara langkah kaki, langkah kaki itu
semakin mendekat ketitik dimana dirinya terbaring, semakin dekat hingga Hannah sekarang bisa tau
siapa pemilik suara langkah itu. Seorang anak dengan terusan berwarna biru muda
, memakai sepatu dan kaos kaki mencapai lutut,
dengan rambut panjang tergerai tak seperti biasanya ,Hannah tau ...
bahwa itu Lusi ...
Tapi Lusi tak
berhenti ataupun melihatnya, melainkan terus berjalan menuju salah satu pohon
berakar besar yang tampak seperti gua dan memasukinya tak lama kemudian Lusi
keluar ,membawa lipatan putih kebiruan ,namun pada detik berikutnya selusin
bayangan hitam ikut keluar dari gua akar itu ,melesat begitu cepat siap
menyerang ,tapi anehnya bukan kearah Lusi melainkan menuju dirinya yang
terbaring.
“Argggggghhhh...”
“ Bukan aku yang
mengambilnya tapi anak itu!”
“ kalian salahh !”
“Hannah”....”
sadarlah, apa kau baik-baik saja?”
Hannah membuka
matanya, sekarang ia berada di ruang tengah rumah panti itu ,masih terbaring
tapi kali ini bukan diatas tanah ataupun dihutan lebat, Ibu Jane ,Sandy ,dan
juga Lusi mengelilinginya
“Apa kau baik-baik
saja?, kau pingsan di sekolah dan Bu
Paul mengantarmu pulang” Tutur Sandy
“Kak Sandy ,
lihatlah itu gaunku, gaun yang kumaksud!” seru Lusi
“Lusi, kita bisa
membahasnya, tapi bukan sekarang!” bentak Ibu Jane
“GAUN INI BUKAN
MILIKMU ,KAU MENGAMBILNYA DARI TEMPAT YANG TERLARANG!” kali ini Hannah sudah
tak tahan dan berteriak sangat keras , ia bangkit berjalan menuju kamarnya dan
melepaskan gaun itu , lalu ia kembali ke ruang tengah
“Ambil gaun yang
kau bilang ini milikmu dan rasakan akibatnya!” kata Hannah menyerahkan gaun itu
dan beranjak masuk ke kamarnya lagi, aneh tapi rasa sakit di kepalanya langsung
hilang setelah ia melepas gaun , berganti dengan pakaiannya sendiri dan ia
semakin yakin bahwa ada yang salah
dengan benda itu.
“Sandy, ayo kita
lanjutkan pekerjaan kita” Sahut Ibu Jane yang seketika membuat Sandy sadar dari
lamunannya
“Ohhh... Hahh?,
Emm.. baiklah” jawabnya mengikuti langkah Ibu Jane menuju dapur.
Hanya tinggal Lusi
sendiri ,ia memandangi gaun ditangannya
Satu minggu
berlalu Lusi bahkan telah kembali masuk sekolah ,bersama anak-anak lainnya
seperti biasa ia sarapan lalu mengambil tas sekolahnya. Jarum jam sudah
menunjuk angka delapan lebih sepuluh menit saat Lusi baru akan membuka kenop
pintu sayup-sayup terdengar percakapan dari dalam kamarnya itu ,ia terpaku mencoba mendengarkan, namun percakapan itu
terdengar asing
“ARRRRggggghh!” sontak Lusi
berteriak mengejutkan semua orang dilorong itu, kedua tangan menutupi
telinga ,matanya terpejam ,dan ketakutan.
“Ada apa Lusi ,
apa kau baik-baik saja?!” tanya salah satu anak yang kamarnya berseberangan
dengan kamar Lusi , Ia tampak kebingungan memegangi bahu Lusi yang sekarang
sudah gemetar hebat.
“di dalam sana”
kata Lusi lirih ,”ada seseorang di kamarku!” lanjutnya ketakutan, tanpa ragu
anak itu membuka pintu kamar lebar-lebar ,”tidak ada siapapun , kau bercanda
pasti, ini tidak lucu!” sergahnya mengambil tas punggungnya yang terjatuh dan
menuruni tangga. Semua anak yang tadinya berkerumun langsung bubar tak
mempedulikan Lusi ,” aku serius, aku sempat melihatnya bayangan hitam, kalian
harus percaya!” teriaknya
“Aku percaya”
sahutan itu muncul , itu Hannah yang sudah siap dengan seragam dan tas punggung
ditangan kanannya, ia duduk dilantai mengenakan kaus kaki selututnya. “ Cepat
ambil tasmu ,hanya tinggal kita berdua disini” kata Hannah yang kali ini
mengenakan sepatunya.
Kejadian hari itu
tak berhenti begitu saja, Lusi benar benar merasa dihantui yang menurutnya
bayangan hitam itu tak akan membuat hidupnya tenang terkadang ia melihat di
kamar mandi, di lorong kamar, dan di bawah tangga.
“Kau harus
mengembalikan gaun itu” Kata Hannah suatu hari saat mereka berdua dalam
perjalanan menuju sekolah, Bus tua yang mereka naiki berderu keras jadi
anak-anak lain tentu saja tak mendengar percakapan kecil itu.
“Well... Kau benar
memang sudah semestinya begitu” Jawab Lusi menunduk
Hannah tersenyum,
“Aku tau, itu memang gaun yang bagus, mau tak mau aku menyadari kadang-memang
kita memiliki kesukaan yang sama”
“Iya” Kata Lusi, “
terimakasih kau mau tidur di kamarku tadi malam, aku tak pernah bisa senyenyak
itu ,setidaknya setelah beberapa hari dan bayangan yang selalu muncul”
Pukul 20.00
“Malam ini?”
Hannah terkejut, ia baru saja memasuki kamar Lusi mengenakan terusan merah muda
dan sweater rajutan ,jelas betul dirinya telah bersiap-siap untuk tidur sebelum akhirnya Lusi mengetuk kamarnya dan
mengajaknya bicara.
“Yaa...lebih cepat
lebih baik” Jawab Lusi masih sibuk mencari sesuatu dalam lemarinya
“Tap- tapi...
“kenapa? Bukankah
kau yang mengusulkannya pagi tadi?” Lusi berbalik menatap Hannah dengan alis
kanan terangkat
“Aku tak mau, kita
bisa melakukannya hari minggu pagi, malam-malam? Itu benar-benar ide buruk
Lusi, kau tau?” bantah Hannah yang sekarang tampak benar-benar ketakutan
membayangkan hutan yg ada dalam mimpinya itu.
“Hahhh, mana
mungkin kita melakukannya saat rumah benar-benar akan dipenuhi orang yang
bersantai” sahut Lusi
“Tunggu...rumah
katamu?, kau tidak mengambil gaun itu di hutan mengerikan yang...
“Hutan?” potong
Lusi ,”aku menemukan gaun ini di loteng”lanjutnya bingung melihat Hannah
“Hahhhh?!”
Lusi sudah tak
mempedulikan ekspresi Hannah lagi, ia meraih tas punggungnya dan menarik tangan
Hannah untuk mengikutinya keluar kamar dan mereka mulai melewati lorong lorong
pintu kamar anak panti lainnya yang lampunya sudah dipadamkan ,” aku tak
percaya, apa kau terbiasa melakukan hal ini, mengendap-endap dimalam hari,
mencari sesuatu yang bahkan kau sendiri tidak tau?” bisik Hannah ,” tapi
benarkan, aku bahkan menemukan gaun yang bagus” jawab Lusi ,”Omong kosong!,
gaun itu malapetaka” Kali ini Hannah tak menyadari bahwa suaranya melengking,
mereka hampir sampai di tangga yang akan mengantar mereka ke atap,namun
tiba-tiba terdengar suara pintu yang menjeblak terbuka dengan kasar di belakang
mereka ,Hannah mencengkerem erat-erat tangan Lusi dan benar saja bayangan hitam
itu muncul saat mereka menoleh dan menatap lantai ,”Lariiii!” teriak Hannah
menuju tangga yang menurun menuju ruang tengah dan menuruninya sementara Lusi
hanya diam, kakinya seperti melekat di tempat itu, ia mencengkeram tas
punggungnya kuat sekali, apa yang harus ia lakukan ,apa ia harus mengeluarkan
senter yang ia bawa?, apa makhluk bayangan ini takut cahaya?
“Kak Sandy?” Lusi
menyipitkan matanya terlihat Sandy berjalan menuju kearahnya dengan tangan di
kepala, Ia tampak kesakitan,” Haduhhhh, pintu itu memang harus diperbaiki
secepatnya!” keluh Sandy “Ehhh? Lusi?, apa yang kau lakukan disini,kau belum
tidur?”
“Errr...Kak Sandy
tau mengenai gaun itu, sebenarnya itu bukan milikku aku mengambilnya tanpa izin
dan aku ingin mengembalikannya di loteng, seperti semula” Lusi menyadari bahwa akan lebih baik ia untuk
jujur kali ini dan berharap setidaknya Kak Sandy akan menemaninya, Sandy
menatap Lusi sejenak dan berhenti mengusap kepalanya. “Kau bertemu orang yang
tepat kalau begitu” Jawab Kak Sandy tersenyum,”Gaun itu milikku ,ketika
seusiamu ,awalnya aku bingung harus memberikannya pada siapa karna yang kutau
kau dan Hannah sama-sama akan menyukainya, jadi kuputuskan untuk menyimpannya
di Loteng”
“Be- begitukah?”
tanya Lusi
Keesokan
Paginya....
Ibu Jane dengan
wajah berseri-seri mengumumkan bahwa akhir pekan ini akan ada kunjungan ke
museum dan pantai, sontak saja sarapan pagi itu menjadi amat menyenangkan tak
terkecuali 2 anak yang akhir-akhir ini...
“Apa yang Ibu
lihat?” tanya Sandy
“Mereka berdua,
tak kusangka akhirnya mereka berdamai” Ibu Jane tersenyum tetapi matanya tak
bisa lepas memandang ke seberang meja dimana Lusi dan Hannah sibuk membicarakan
kira-kira pantai mana yang akan mereka kunjungi diakhir pekan.
“Ibu tau?, itu
berkat gaunku” sahut Sandy
“Gaun?” Ibu Jane
menatap Sandy dengan heran
“Yaa, gaun itu
banyak memberi mereka pelajaran mengenai rasa bersalah, aku tidak menyangka
akan seperti itu, tapi aku cukup heran menggapa mereka memiliki imajinasi yang
sama, Hannah ...dia mencuri gaun itu dari Lusi dan dia bermimpi mengenai
sesuatu yang menyeramkan ,lalu Lusi dikemudian hari Ia mengaku bahwa apa yang
ada dalam mimpi Hannah ada di bawah atap rumah ini, apa Ibu percaya?”
“Kenapa kau mesthi
memikirkannya, bukankah bagus jika mereka bisa berdamai ,itu hanya sebuah
imajinasi,wajar jika seseorang memilikinya, terlebih jika kau merasa ketakutan
akan hal yang tak semesthinya kau lakukan, seperti mereka ,setelah ini mereka
akan mengerti sebuah pepatah ‘Jangan sesekali Mengambil Barang yang Kau rasa
Bukan Milikmu’” .
THE END
Posting Komentar
0Komentar